Bentuk- Bentuk Penyelesaian Non-Litigasi

Penyelesaian non-litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau yang biasa disebut dengan lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa di jalur non litigasi ada berbagai bentuk. Salah satunya adalah arbitrase. Arbitrase, menurut UU No 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Selain arbitrase, ada berbagai bentuk penyelesaian sengketa non litigasi diantaranya adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.


Adapun beberapa pengertian dari bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa yaitu:

1.         Konsultasi

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara pihak konsultan dan klien. Konsultan memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak.

2.         Negosiasi

Secara harfiah negosiasi berarti musyawarah atau berunding. Negosiasi ini tidak lain adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa bantuan pihak lain, dengan cara musyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang dianggap adil oleh para pihak. Hal yang dicapai dari negosiasi berupa penyelesaian kompromi atau compromise solution.

3.         Mediasi

Sosua dengan Peraturan MA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pada Pasal 1 Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. di dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ini mediasi menekankan bahwa yang penting di dalam sebuah mediasi itu adalah mediator. Mediator harus mampu mencari alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak menemukan lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator tersebut harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak. Solusi-solusi tersebut haruslah kesepakatan bersama dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat jelas peran penting mediator.

4.        Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih, dimana pihak ketiga yang diikut sertakan untuk menyelesaikan sengketa seseorang. Pada praktiknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi, namun memiliki suatu perbedaan yaitu konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.

 

Dari beberapa cara penyelesaian sengketa non-litigasi diatas, mediasi adalah salah satu upaya penyelesaian sengketa non-litigasi yang wajib ditempuh sebelum dilakukan pemeriksaan di pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Menurut Perma tersebut,  proses mediasi wajib dilakukan terlebih dahulu, dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi maka penyelesaian sengketa tersebut melanggar ketentuan pasal 130 HIR/154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.


Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.


Apa yang dimaksud dengan mediator?

Seorang mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Saat seorang mediator melakukan mediasi, ada beberapa perilaku yang wajib ditaati. Mahkamah Agung mengeluarkan pedoman perilaku mediator agar praktik mediasi tidak merugikan para pihak yang bersengketa dan tercapainya tujuan sistem peradilan yaitu penyelesaian sengketa secara adil, murah, langgeng dan memuaskan para pihak.

Adapun beberapa perilaku wajib dipunyai oleh mediator yaitu:

    1. Bertanggung Jawab

Seorang mediator wajib bertanggungjawab dalam memelihara dan mempertahankan ketidak berpihakannya, mediator dilarang memengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk memberi keuntungan pribadi bagi mediator, mediator harus beritikad baik serta tidak mengorbankan kepentingan para pihak.

    2. Menjaga kerahasiaan

Mediator wajib memelihara kerahasiaan, baik dalam bentuk perkataan maupun catatan yang terungkap dalam proses mediasi dan wajib memusnahkan catatan-catatan dalam proses mediasi, setelah berakhirnya proses mediasi

    3. Menghormati para pihak

Mediator wajib menghormati para pihak antara lain hak untuk konsultasi dengan penasihat hukumnya dan hak untuk keluar dari proses mediasi

    4. Menghindari penggunaan ancaman

Mediator wajib menghindari penggunaan ancaman, tekanan, atau intimidasi dan paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak untuk membuat suatu keputusan.

    5. Menghindari benturan kepentingan

Seseorang dilarang menjadi mediator dalam sebuah kasus sengketa yang diketahui bahwa keterlibatannya menimbulkan benturan kepentingan, apabila mediator mengetahui adanya benturan kepentingan maka wajib menyatakan mundur sebagai mediator.

    6. Honorarium

Mediator dilarang menerima honorarium berdasarkan hasil akhir proses mediasi dan dilarang menerima hadiah atau pemberian dalam bentuk apa pun dari para pihak selain honorarium yang telah disepakati.